Perawatan Luka Kronis (Modern Dressing)
PERAWATAN LUKA KRONIS DENGAN MODERN DRESSING
Perawatan luka telah mengalami perkem- bangan sangat pesat terutama dalam dua dekade terakhir, ditunjang dengan kemajuan teknologi kesehatan. Di samping itu, isu terkini manajemen perawatan luka berkaitan dengan perubahan profil pasien yang makin sering di- sertai dengan kondisi penyakit degeneratif dan kelainan metabolik. Kondisi tersebut biasanya memerlukan perawatan yang tepat agar proses penyembuhan bisa optimal. Manajemen perawatan luka modern sangat mengedepankan isu tersebut. Hal ini ditunjang dengan makin banyaknya inovasi terbaru produk-produk perawatan luka. Pada dasarnya, pemilihan produk yang tepat harus berdasar- kan pertimbangan biaya (cost), kenyamanan (comfort), dan keamanan (safety).
MENGENAI LUKA
A. PENGERTIAN LUKA
Definisi luka adalah terputusnya kontinuitas jaringan karena cedera atau pembedahan. Luka bisa diklasifikasikan berdasarkan struktur anatomis, sifat, proses penyembuhan, dan lama penyembuhan.
Berdasarkan sifat, yaitu: abrasi, kontusio, insisi, laserasi, terbuka, penetrasi, puncture, sepsis, dan lain-lain. Klasifikasi berdasarkan struktur lapisan kulit, meliputi: superfisial, yang melibatkan lapisan epidermis; partial thickness, yang melibatkan lapisan epidermis dan dermis; dan full thickness yang melibatkan epidermis, dermis, lapisan lemak, fascia, dan bahkan sampai ke tulang.
Berdasarkan proses penyembuhan, dapat dikategorikan menjadi tiga, yaitu:
a. Penyembuhan primer (healing by primary intention)
Tepi luka bisa menyatu kembali, permukaan bersih, tidak ada jaringan yang hilang. Biasanya terjadi setelah suatu insisi. Penyembuhan luka berlangsung dari internal ke eksternal.
b. Penyembuhan sekunder (healing by secondary intention)
Sebagian jaringan hilang, proses pe- nyembuhan berlangsung mulai dari pem- bentukan jaringan granulasi di dasar luka dan sekitarnya.
c. Delayed primary healing (tertiary healing) Penyembuhan luka berlangsung lambat, sering disertai infeksi, diperlukan penutupan luka secara manual.
B. PROSES PENYEMBUHAN LUKA
Luka akan sembuh sesuai tahapan spesifik yang dapat terjadi tumpang tindih.
Fase penyembuhan luka dibagi menjadi tiga fase, yaitu:
a) Fase inflamasi:
• Hari ke-0 sampai 5.
• Respons segera setelah terjadi injuri berupa pembekuan darah untuk mencegah kehilangan darah.
• Karakteristik: tumor, rubor, dolor, color, functio laesa.
• Fase awal terjadi hemostasis.
• Fase akhir terjadi fagositosis.
• Lama fase ini bisa singkat jika tidak terjadi infeksi.
b) Fase proliferasi atau epitelisasi
• Hari ke-3 sampai 14.
• Disebut juga fase granulasi karena adanya pembentukan jaringan granulasi; luka tampak merah segar, mengkilat.
• Jaringan granulasi terdiri dari kombinasi: fibroblas, sel inflamasi, pembuluh darah baru, fibronektin, dan asam hialuronat.
• Epitelisasi terjadi pada 24 jam pertama ditandai dengan penebalan lapisan epidermis pada tepian luka.
c) Fase maturasi atau remodelling
• Berlangsung dari beberapa minggu sampai 2 tahun.
• Terbentuk kolagen baru yang mengubah bentuk luka serta peningkatan kekuatan jaringan (tensile strength).
• Terbentuk jaringan parut (scar tissue) 50- 80% sama kuatnya dengan jaringan sebelumnya.
• Pengurangan bertahap aktivitas seluler and vaskulerisasi jaringan yang mengalami perbaikan.
C. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PROSES PENYEMBUHAN LUKA4
a. Status imunologi atau kekebalan tubuh: Penyembuhan luka adalah proses biologis yang kompleks, terdiri dari serangkaian peristiwa berurutan bertujuan untuk memperbaiki jaringan yang terluka. Peran sistem kekebalan tubuh dalam proses ini tidak hanya untuk mengenali dan memerangi antigen baru dari luka, tetapi juga untuk proses regenerasi sel.
b. Kadar gula darah: Peningkatan gula darah akibat hambatan sekresi insulin, seperti pada penderita diebetes melitus, juga menyebabkan nutrisi tidak dapat masuk ke dalam sel, akibatnya terjadi penurunan protein dan kalori tubuh.
c. Rehidrasi dan pencucian luka: Dengan dilakukan rehidarasi dan pencucian luka, jumlah bakteri di dalam luka akan berkurang, sehingga jumlah eksudat yang dihasilkan bakteri akan berkurang.
d. Nutrisi: Nutrisi memainkan peran ter- tentu dalam penyembuhan luka. Misalnya, vitamin C sangat penting untuk sintesis kolagen, vitamin A meningkatkan epitelisasi, dan seng (zinc) diperlukan untuk mitosis sel dan proliferasi sel. Semua nutrisi, termasuk protein, karbohidrat, lemak, vitamin, dan mineral, baik melalui dukungan parenteral maupun enteral, sangat dibutuhkan. Malnutrisi menyebabkan berbagai pe- rubahan metabolik yang mempengaruhi penyembuhan luka.
e. Kadar albumin darah: Albumin sangat berperan untuk mencegah edema, albumin berperan besar dalam penentuan tekanan onkotik plasma darah. Target albumin dalam penyembuhan luka adalah 3,5-5,5 g/dl.
f. f. Suplai oksigen dan vaskulerisasi: Oksigen merupakan prasyarat untuk proses reparatif, seperti proliferasi sel, pertahanan bakteri, angiogenesis, dan sintesis kolagen. Penyembuhan luka akan terhambat bila terjadi hipoksia jaringan.
g. Nyeri: Rasa nyeri merupakan salah satu pencetus peningkatan hormon glukokortikoid yang menghambat proses penyembuhan luka.
h. Kortikosteroid: Steroid memiliki efek antagonis terhadap faktor-faktor pertumbuhan dan deposisi kolagen dalam penyembuhan luka. Steroid juga menekan sistem kekebalan tubuh/sistem imun yang sangat dibutuhkan dalam penyembuhan luka.
CARA PERAWATAN LUKA DENGAN
MODERN DRESSING
Metode perawatan luka yang berkembang saat ini adalah menggunakan prinsip moisture balance, yang disebutkan lebih efektif dibandingkan metode konvensional.5,6 Perawatan luka menggunakan prinsip moisture balance ini dikenal sebagai metode modern dressing.
Selama ini, ada anggapan bahwa suatu luka akan cepat sembuh jika luka tersebut telah mengering. Namun faktanya, lingkungan luka yang kelembapannya seimbang memfasilitasi pertumbuhan sel dan proliferasi kolagen dalam matriks nonseluler yang sehat. Pada luka akut, moisture balance memfasilitasi aksi faktor pertumbuhan, cytokines, dan chemokines yang mempromosi pertumbuhan sel dan menstabilkan matriks jaringan luka. Jadi, luka harus dijaga kelembapannya. Lingkungan yang terlalu lembap dapat menyebabkan maserasi tepi luka, sedangkan kondisi kurang lembap menyebabkan kematian sel, tidak terjadi perpindahan epitel dan jaringan matriks
Perawatan luka modern harus tetap memperhatikan tiga tahap, yakni mencuci luka, membuang jaringan mati, dan memilih balutan. Mencuci luka bertujuan menurun- kan jumlah bakteri dan membersihkan sisa balutan lama, debridement jaringan nekrotik atau membuang jaringan dan sel mati dari permukaan luka.
Perawatan luka konvensional harus sering mengganti kain kasa pembalut luka, sedangkan perawatan luka modern memiliki prinsip menjaga kelembapan luka dengan menggunakan bahan seperti hydrogel. Hydrogel berfungsi menciptakan lingkungan luka tetap lembap, melunakkan serta menghancurkan jaringan nekrotik tanpa merusak jaringan sehat, yang kemudian terserap ke dalam struktur gel dan terbuang bersama pembalut (debridemen autolitik alami). Balutan dapat diaplikasikan selama tiga sampai lima hari, sehingga tidak sering menimbulkan trauma dan nyeri pada saat penggantian balutan.
Jenis modern dressing lain, yakni Ca Alginat, kandungan Ca-nya dapat membantu menghentikan perdarahan. Kemudian ada hidroselulosa yang mampu menyerap cairan dua kali lebih banyak dibandingkan Ca Alginat. Selanjutnya adalah hidrokoloid yang mampu melindungi dari kontaminasi air dan bakteri, dapat digunakan untuk balutan primer dan sekunder. Penggunaan jenis modern dressing disesuaikan dengan jenis luka.6,7 Untuk luka yang banyak eksudatnya dipilih bahan balutan yang menyerap cairan seperti foam, sedangkan pada luka yang sudah mulai tumbuh granulasi, diberi gel untuk membuat suasana lembap yang akan membantu mempercepat penyembuhan luka.
PENGKAJIAN LUKA
1. Status nutrisi pasien: BMI (body mass index), kadar albumin
2. Status vaskuler: Hb, TcO2
3. Status imunitas: terapi kortikosteroid atau obat-obatan imunosupresan yang lain
4. Penyakit yang mendasari: diabetes atau kelainan vaskulerisasi lainnya
5. Kondisi luka:
a) Warna dasar luka
b) Dasar pengkajian berdasarkan warna: slough (yellow), necrotic tissue (black), infected tissue (green), granulating tissue (red), epithelialising (pink).
c) Lokasi, ukuran, dan kedalaman luka
d) Eksudat dan bau
e) Tanda-tanda infeksi
f) Keadaan kulit sekitar luka: warna dan kelembapan
g) ) Hasil pemeriksaan laboratorium yang mendukung
PENYEMBUHAN LUKA DENGAN MODERN WOUND DRESSING
Prinsip dan Kaidah
Balutan luka (wound dressings) telah mengalami perkembangan sangat pesat selama hampir dua dekade ini.
Teori yang mendasari perawatan luka dengan suasana lembap antara lain:
a. Mempercepat fibrinolisis. Fibrin yang terbentuk pada luka kronis dapat dihilangkan lebih cepat oleh neutrofil dan sel endotel dalam suasana lembap.
b. Mempercepat angiogenesis. Keadaan hipoksia pada perawatan luka tertutup akan merangsang pembentukan pembuluh darah lebih cepat.
c. Menurunkan risiko infeksi; kejadian infeksi ternyata relatif lebih rendah jika di- bandingkan dengan perawatan kering.
d. Mempercepat pembentukan growth factor. Growth factor berperan pada proses penyembuhan luka untuk membentuk stratum korneum dan angiogenesis.
e. Mempercepat pembentukan sel aktif. Pada keadaan lembap, invasi neutrofil yang diikuti oleh makrofag, monosit, dan limfosit ke daerah luka berlangsung lebih dini.
DAFTAR PUSTAKA
1. Casey G. Modern wound dressings. Nurs Stand. 2000; 15(5): 47-51.
2. Kane D. Chronic wound healing and chronic wound management. In: Krasner D, Rodeheaver, editors. Health Management Publications; 1990.
3. Singer AJ, Clark RAF. Mechanisms of disease: Cutaneous wound healing. N Engl J Med. 1999; 341(10): 738-46.
4. Wayne PA, Flanagan. Managing chronic wound pain in primary care. Practice Nursing; 2006; 31:12.
5. Theoret CL. Clinical techniques in equine practice. 3rd ed. 2004. Chapter 2, Update on wound repair; p.110-22.
6. Sibbald RG, Keast DH. Best practice recommendations for preparing the wound bed: Update 2006, clinical practice, wound care. Canada; 2006: 4(1).
7. Fernandez R, Griffiths R, Ussia C. The effectiveness of solutions, techniques and pressure in wound cleansing. JBI Reports 2004; 2(7): 231-70.
8. Ropper R. Principles of wound assessment and management. Practice Nurse 2006; 31: 4.
10. Bryant RA, Clark RA, Nix DP. Acute and chronic wounds. Current management concepts. 3rd ed. St Louis, Mo: Mosby Inc; 2007: 100-29.
11. Rippon M, White R, Davies P. Skin adhesives and their role in wound dressings. Wounds UK 2007; 3(4): 76-86.
12. World Union of Wound Healing Societies. Principles of best practice: Minimising pain at wound dressing-related procedures. A consensus document. Toronto: WoundPedia Inc; 2007.
13. Collier J. A moist, odour-free environment. A multicentred trial of a foamed gel and a hydrocolloid dressing. Prof Nurse 1992; 7(12): 804-8.
14 Bowszyc J, Bowszyc-Dmochowska M, Kazmierowski M, Ben-Amer HM, Garbowska T, Harding E. Comparison of two dressings in the treatment of venous leg vulcers. J Wound Care 1995; 4(3): 106-10.
15. Thomas S, Banks V, Bale S, Fear-Price M, Hagelstein S, Harding KG, et al. A comparison of two dressing in the management of chronic wounds. J Wound Care 1997; 6(8): 383-6.
16. Charles H, Callicot C, Mathurin D, Ballard K, Hart J. Randomised, comparative study of three primary dressings for the treatment of venous ulcers. Br J Community Nurs. 2002; 7(6): 48-54.